Senin, 09 November 2009

ideal ga cii ??????? ( bag 2 )

a. Pengertian sekolah

Sekolah sebagai sebuah organisasi dituntut untuk dapat memecahkan:

1. Masalah tentang bagaimana memperoleh sumber daya yang mencukupi

dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya,

2. Masalah tentang upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah,

3. Masalah pemeliharaan solidaritas, dan

4. Masalah upaya menciptakan dan mempertahankan keunikan nilai yang

di kembangkan di sekolah.

Keempat hal di atas menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan sebuah sekolah. Sekolah sehat pada dasarnya merupakan bagian dari kajian tentang iklim sekolah atau budaya sekolah, yang di dalamnya membicarakan tentang kemampuan sekolah untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi sekolah dan kemampuan sekolah dalam mengatasi berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

b. Sekolah Standar Nasional

Standar Nasional Pendidikan (SNP), bahwa yang dimaksudkan dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP tersebut mencakup standar isi, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, proses pendidikan, proses pengelolaan, penilaian dan kompetensi lulusan.

Sekolah standar nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian.

Sebagai indikatonya

· Memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara lengkap.

· Memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap, dari silabus sampai dengan RPP untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran.

· Menerapkan pembelajaran kontektual untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran.

· Rata-rata gain score minimal 0,6 dari tahun 1 sampai tahun 3 untuk semua mata pelajaran

· Rata-rata pencapaian ketuntasan kompetensi minimal 75 %

· Kondisi guru 75 % minimal berpendidikan S-1 pada tahun ke-3

· Penguasaan kompetensi, 50% guru bersertifikat kompetensi

· Rasio jumlah rombel dan jumlah kelas 1 : 1 (tidak boleh double shift)

· Jumlah siswa per rombel maksimal 35 untuk semua kelas (kelas 1, 2 dan 3)

· Rata-rata jam mengajar guru berkisar antara 18 – 20

· Jumlah laboratorium minimal 1 lab IPA, lab. Bahasa, lab. Komputer dan lab. Keterampilan

· Memiliki telpon dan akses internet pada lab komputer, guru, dan kepala sekolah

· Memiliki ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BP, ruang Tata Usaha, kamar kecil yang cukup dan memadai (sesuai SPM)

· Memiliki ruang perpustakaan (termasuk ruang baca) sesuai SPM

· Sudah melaksanakan secara konsisten aspek-aspek dalam manajemen berbasis sekolah (otonomi/kemandirian, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas dan sustainabilitas)

· Memiliki perangkat media pembelajaran untuk semua mata pelajaran sesuai dengan SPM.

· Sudah melaksanakan sistim penilaian yang komprehensif (ulangan harian, UTS, UAS, ulangan kenaikan kelas) dengan teknik penilaian yang variasi (sesuai PP 19 tahun 2005)

· Memiliki standar pembiayaan minimal Rp. 100.000,- per bulan per siswa.

Dikutip dari “http://www.slideshare.net/NASuprawoto/sekolah-standar-nasional

Dalam buku yang berjudul Educational Administration, Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2003) memaparkan tentang kriteria sekolah sehat, yang terbagi ke dalam tiga level dan tujuh dimensi, yang dijadikannya sebagai kerangka penyusunan Organizational Helath Inventory (OHI).

A.Level Lembaga,

Level lembaga merupakan level yang berkaitan dengan hubungan organisasi dengan lingkungannya. Hal ini penting untuk kepentingan legitimasi dan dukungan masyarakat terhadap sekolah.

1.Institutional Integrity

Institutional integrity merujuk kepada keutuhan segenap program pendidikan di sekolah. Sekolah tidak menjadi sasaran empuk dan mampu melindungi diri secara sukses dari berbagai serangan dan tekanan kekuatan eksternal yang merugikan.

B. Level Manajerial

Level manajerial merujuk kepada kegiatan untuk menjembatani dan mengendalikan usaha-usaha internal organisasi sekolah. Kepala sekolah merupakan petugas adminitratif yang utama di sekolah, yang harus dapat menemukan cara-cara terbaik untuk mengembangkan loyalitas, kepercayaan dan motivasi guru, serta dapat mengkoordinasikan setiap pekerjaan di sekolah.

2. Principal Influence

Principal influence merujuk kepada kemampuan kepala sekolah untuk mempengaruhi tindakan para atasan. Kepala sekolah dapat bertindak persuasif, bekerja secara efektif dengan atasan, dan menunjukkan kemandiriannya (independensi) dalam berfikir dan bertindak.

3. Consideration

Consideration merujuk pada perilaku kepala sekolah yang bersahabat, suportif, terbuka dan kolegial.

4. Initiating Structure

Initiating Structure merujuk pada perilaku kepala sekolah yang berorientasi pada tugas dan prestasi. Kepala sekolah memiliki sikap dan ekspektasi yang jelas tentang prosedur dan standar kinerja bawahannya (guru).

5.Resource Support

Resource Support merujuk pada ketersediaan bahan-bahan atau perlengkapan yang diperlukan dan digunakan untuk kepentingan pembelajaran di kelas secara memadai.

C. Level Teknis

Level teknis berkaitan dengan proses belajar mengajar dan tanggung jawab guru terhadap pendidikan siswa sebagai produk sekolah.

6. Morale

Morale merujuk pada rasa saling percaya, percaya diri, semangat, dan persahabatan yang diperlihatkan para guru dan Para guru memiliki kepekaan terhadap pencapaian prestasi kerjanya

7. Academic Emphasis

Academic Emphasis merujuk pada usaha sekolah untuk menekankan pencapaian prestasi, khususnya prestasi akademik para siswanya. Lingkungan pembelajaran ditata secara sungguh-sungguh. Guru-guru merasa yakin terhadap kemampuan siswanya untuk meraih prestasi, para siswa bekerja keras dan pemberiaan penghargaan kepada setiap orang yang mampu menunjukkan prestasi akademiknya.

Kebalikan dari sekolah sehat adalah sekolah tidak sehat, Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein (2004) menyebutnya sebagai ”Sekolah Sakit” Ciri-ciri sekolah yang tidak sehat atau sakit adalah :

Pada level lembaga, sekolah mudah diserang oleh kekuatan-kekuatan luar yang bersifat destruktif (merusak). Kepala sekolah, guru-guru dan staf tata usaha diberondong hal-hal yang tidak rasional oleh orang tua dan kelompok masyarakat tertentu dan sekolah tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan-tekanan tersebut.

Pada level manajerial, kepala sekolah tidak mampu menyediakan kepemimpinannya secara memadai, dalam arti kurang memberikan pengarahan, perhatian dan dukungan terhadap guru yang rendah, bekerja di bawah tekanan atasan.

Pada level teknis, moral atau semangat kerja guru sangat rendah, para guru kurang memperhatikan tentang pekerjannya. Mereka bertindak sendiri-sendiri, saling curiga, dan defensif (selalu mempertahankan atau membela diri). Dalam upaya mencapai keunggulan akademik sangat terbatas. Singkatnya, bahwa dalam sekolah sakit, setiap orang akan berfikir dan bertindak “bagaimana nanti”

Sumber :

Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein .2004. Educational Administration : Concepts and Practices. Singapore : Wadsworth.

Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel. 2003. Educational Administration : Theory, Research and Practice, Singapore : McGrawHill

Dikutip dari “http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/05/makalah-dan-artikel-manajemen-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar